NRT, Tarakan : Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Kalimantan Utara merilis data perkembangan inflasi yang menunjukkan inflasi gabungan tiga kabupaten/kota berbasis Indeks Harga Konsumen (IHK) di wilayah ini mencapai 2,16% secara month-to-month (mtm) pada Maret 2025.
Secara year-on-year (yoy), inflasi tercatat sebesar 1,24%, lebih tinggi dibandingkan capaian inflasi nasional yang hanya mencapai 1,03% (yoy), sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Meski lebih tinggi dari rata-rata nasional, angka ini menunjukkan inflasi Kaltara masih dalam koridor yang terkendali di tengah berbagai tantangan ekonomi, baik dari dalam negeri maupun global.
Kenaikan ini merupakan dampak dari normalisasi tarif listrik pasca-berakhirnya program diskon 50% bagi pelanggan rumah tangga dengan daya di bawah 2.200 VA. Program diskon tersebut, yang diatur dalam Keputusan Menteri ESDM Nomor 348.k/TL.01, hanya berlaku selama Januari dan Februari 2025, sehingga tarif kembali normal pada Maret.
Kedua, kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga memberikan tekanan inflasi yang signifikan, dengan komoditas cabai rawit menyumbang andil 0,35%, diikuti bawang merah (0,05%) dan jagung manis (0,05%). Kenaikan harga cabai rawit dipicu oleh tingginya curah hujan pada awal 2025, yang mengganggu produksi panen di berbagai wilayah Kaltara. Kondisi ini diperparah oleh lonjakan permintaan selama bulan Ramadan, yang secara tradisional meningkatkan konsumsi bahan pangan pokok seperti cabai dan bawang.
Ketiga, kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya turut menyumbang inflasi, terutama melalui kenaikan harga emas perhiasan dengan andil 0,06%. Kenaikan harga emas ini dipengaruhi oleh tingginya permintaan terhadap aset safe haven di tengah ketidakpastian ekonomi global. Kebijakan perang tarif yang dicanangkan oleh pemerintahan Trump di Amerika Serikat menjadi salah satu faktor utama yang memicu volatilitas pasar global, mendorong investor dan masyarakat beralih ke emas sebagai instrumen lindung nilai.
Meski inflasi Kaltara tetap terjaga, tekanan dari dalam dan luar negeri tetap menjadi perhatian serius. Secara global, kebijakan tarif impor yang agresif dari Amerika Serikat berpotensi mengganggu rantai pasok komoditas strategis, seperti bahan pangan dan energi, yang dapat memengaruhi harga di pasar domestik.
Sementara itu, dari dalam negeri, risiko gangguan pasokan komoditas dengan bobot inflasi tinggi, seperti aneka cabai dan bawang merah, masih membayangi. Faktor musiman, seperti curah hujan tinggi, serta kenaikan tarif angkutan udara akibat meningkatnya biaya operasional, juga turut memperumit upaya pengendalian inflasi.
Namun, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Kalimantan Utara menunjukkan komitmen kuat untuk menjaga stabilitas harga melalui pendekatan berbasis framework 4K, yakni Keterjangkauan Harga, Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi, dan Komunikasi Efektif. Pendekatan ini menjadi landasan utama dalam merumuskan strategi pengendalian inflasi yang komprehensif dan terukur.
Untuk memastikan keterjangkauan harga, TPID Kaltara telah melaksanakan sebanyak 220 kegiatan pasar murah di berbagai wilayah provinsi sepanjang 2025. Kegiatan ini menyasar komoditas strategis seperti beras, minyak goreng, cabai, dan bawang, yang memiliki dampak besar terhadap inflasi. Pasar murah tidak hanya membantu masyarakat mendapatkan bahan pokok dengan harga terjangkau, tetapi juga mendorong stabilitas harga di tingkat pedagang.
Dalam hal ketersediaan pasokan, TPID bekerja sama dengan dinas pertanian setempat untuk menerapkan Good Agriculture Practices (GAP). Salah satu inisiatif unggulan adalah penggunaan teknologi irigasi tetes untuk budi daya cabai merah, yang diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sekaligus mengurangi ketergantungan pada faktor cuaca.
Selain itu, pemerintah daerah juga memberikan bantuan berupa peralatan pendukung, seperti alat panen dan pengolahan, untuk meningkatkan efisiensi produksi petani lokal.
Untuk menjamin kelancaran distribusi, KPw BI Kaltara bersinergi dengan pemerintah daerah dalam program fasilitasi distribusi pangan. Salah satu langkah konkret adalah pengangkutan barang pasar murah ke wilayah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T).
Program ini memungkinkan masyarakat di pelosok Kaltara, yang sering kali kesulitan mengakses komoditas pangan, untuk memperoleh bahan pokok dengan harga yang lebih terjangkau. Inisiatif ini juga membantu mengurangi disparitas harga antarwilayah di provinsi ini.
Aspek komunikasi efektif menjadi pilar penting lainnya dalam strategi 4K. TPID Kaltara secara rutin menggelar High Level Meeting untuk menyelaraskan kebijakan antarinstansi. Selain itu, sidak pasar dan operasi pasar murah dilakukan untuk memantau harga dan mencegah praktik spekulasi.
Kampanye belanja bijak juga digencarkan melalui berbagai kanal, termasuk media sosial dan radio, untuk mengelola ekspektasi masyarakat terhadap harga barang. TPID juga mendorong diversifikasi konsumsi produk olahan, seperti makanan berbasis tepung lokal, untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas volatil seperti beras dan cabai.
KPw BI Kalimantan Utara menegaskan bahwa sinergi antarinstansi dan komitmen terhadap strategi 4K telah berhasil menjaga inflasi dalam kisaran target 2025.
Ke depan, TPID Kaltara akan terus memperkuat koordinasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pelaku usaha dan komunitas petani, untuk memastikan pasokan komoditas strategis tetap stabil. Inovasi di sektor pertanian, seperti pengembangan teknologi budi daya yang tahan iklim, juga akan menjadi prioritas untuk mengantisipasi gangguan produksi akibat faktor cuaca.
Dengan fondasi yang kuat dan pendekatan yang terarah, Kalimantan Utara diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi daerah di tengah dinamika global yang penuh ketidakpastian. Upaya ini tidak hanya akan melindungi daya beli masyarakat, tetapi juga memperkuat posisi Kaltara sebagai salah satu provinsi yang mampu menghadapi tantangan inflasi dengan tangguh. (*)
Discussion about this post