NRT, Tarakan : Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polres Tarakan, Kalimantan Utara, berhasil mengungkap kasus pemalsuan surat izin mengemudi (SIM) pada Senin (9/6/2025). Dalam operasi tersebut, polisi menangkap empat tersangka di dua lokasi berbeda di Kota Tarakan.
Kapolres Tarakan, AKBP Erwin S. Manik, dalam keterangan resminya, Rabu (11/6/2025), menyampaikan bahwa pengungkapan ini berawal dari penyelidikan tim Satreskrim.
“Kami berhasil mengungkap tindak pidana pemalsuan surat berupa SIM di dua tempat kejadian perkara, yakni Toko Usaha Jaya di Jalan Jenderal Sudirman dan sebuah toko di Desa Mekar, Kelurahan Karang Anyar, Kecamatan Tarakan Barat,” ujar Erwin.
Keempat tersangka yang diamankan masing-masing berinisial MD (35), LN (43), AP (41), dan YS (28). MD berperan sebagai pembuat SIM palsu, LN bertugas mencetak, AP sebagai pemilik SIM palsu, sedangkan YS berperan sebagai calo yang menawarkan SIM ilegal kepada masyarakat.
Menurut Erwin, modus operandi para pelaku adalah menawarkan SIM palsu kepada pelamar kerja perusahaan dengan harga Rp 1,3 juta per SIM. Dari jumlah tersebut, Rp 400 ribu diserahkan kepada MD untuk mengedit SIM, Rp 50 ribu sebagai jasa kurir, sehingga AP memperoleh keuntungan Rp 850 ribu per SIM. Proses pembuatan SIM palsu dilakukan dengan mencetak data pada kertas PVC card kit, yang kemudian diproses menggunakan mesin press.
“SIM palsu yang mereka edarkan tidak hanya beredar di Tarakan, tetapi juga dikirim ke Berau, Kalimantan Timur. Kami berhasil menghentikan pengiriman tersebut,” kata Kapolres Erwin.
Berdasarkan keterangan tersangka, sindikat ini telah beroperasi sejak 2023, memproduksi berbagai jenis SIM, seperti SIM A, SIM C, SIM B1 Umum, dan SIM B2 Umum.
Kasus ini, lanjut Erwin, turut menjadi salah satu faktor tingginya angka kecelakaan lalu lintas di Tarakan.
“Banyak SIM palsu yang diberikan kepada masyarakat yang tidak memiliki kewenangan atau kualifikasi mengemudi, termasuk anak-anak di bawah umur,” ungkapnya.
Polisi mengamankan sejumlah barang bukti, termasuk SIM palsu yang telah dicetak dan peralatan untuk membuat SIM ilegal. Para tersangka dijerat dengan Pasal 263 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHPidana) tentang pemalsuan surat, dengan ancaman hukuman maksimal tujuh tahun penjara.
Saat ini, penyidik masih mengembangkan penyelidikan untuk mengungkap jaringan lain yang terkait dengan peredaran SIM palsu.
“Kami menduga SIM palsu ini sudah banyak beredar di kalangan masyarakat, sehingga penyelidikan akan terus kami dalami,” tegas Erwin. (*)
Discussion about this post