NRT, Tarakan : Kabar dugaan pencemaran lingkungan dari aktivitas pabrik kertas PT Phoenix Resources International (PRI) menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Tarakan. Melalui Komisi III akan memastikan uji sampel secara independen sebagai tindak lanjut dari laporan masyarakat yang resah atas isu limbah yang mencemari lingkungan, dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di Kantor DPRD Tarakan pada Senin (15/9/2025).
Ketua Komisi III DPRD Tarakan, Randy Rahmadhana Erdian menyebut, meski pihak perusahaan bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) telah memaparkan hasil uji laboratorium yang dinilai aman, DPRD tetap perlu mengambil langkah pembanding.
Menurutnya, laporan yang beredar di masyarakat harus direspons dengan data nyata, bukan sekadar opini. “Besok kami akan turun melakukan pengambilan sampel bersama DLH, lalu diuji di Sucofindo Tarakan. Laboratorium ini independen dan sudah bersertifikasi. Jadi kami ingin hasil yang benar-benar objektif,” ungkapnya.
Ia menegaskan, jika hasil uji menunjukkan kondisi baik, maka masyarakat perlu mendapat informasi bahwa PT PRI sudah melakukan pengelolaan limbah sesuai aturan. Namun jika sebaliknya, DPRD akan memberikan teguran keras dan berkoordinasi dengan pihak berwenang terkait sanksi.
“Kami tidak punya kewenangan menjatuhkan sanksi, tapi bisa memberikan rekomendasi. Yang jelas, semuanya harus by data,” ucapnya.
Di sisi lain, Kepala DLH Tarakan, Andry Rawung, mengakui hasil uji pada Maret–April memang di atas ambang batas. Namun laporan terbaru yang masuk melalui aplikasi kementerian menunjukkan kondisi limbah sudah sesuai dengan baku mutu.
“Kami dengar bersama saat RDP tadi, data terbaru yang dilaporkan PT PRI sudah sesuai aturan. Besok kita ikut turun bersama DPRD agar transparan dan masyarakat bisa melihat langsung kondisi di lapangan,” jelasnya.
Andry menambahkan, DLH Kota tidak memiliki kewenangan penuh dalam pengawasan. Tugas utama terkait dokumen lingkungan berada di Kementerian. Sementara DLH Kota berperan melakukan pengawasan insidentil, verifikasi lapangan, dan melaporkan hasilnya ke pusat.
“Kalau ada laporan masyarakat, kami bisa langsung turun, kumpulkan data, lalu laporkan ke kementerian. Jadi kalau menunggu pusat kadang lama, kami di daerah bisa lebih cepat merespons,” ujarnya.
Terkait anggapan kurang transparan, Andry menyebut hal itu lebih kepada keterbatasan kewenangan. Ia berkomitmen membuka informasi sesuai aturan tanpa melampaui kewenangan.
“Selama ini hasil uji lab yang diambil tetap kami serahkan ke kementerian. Kalau kami merilis tanpa dasar, itu bisa dianggap maladministrasi,” ujarnya.
Sementara itu, Humas PT PRI, Eko menjelaskan pada pengambilan sampel bulan Maret dan April lalu, hasilnya memang sempat melampaui baku mutu. Hal itu terjadi saat pabrik masih dalam tahap uji coba (commissioning). Atas temuan itu, PT PRI sudah menerima sanksi administratif dari pemerintah.
“Setelah itu kami lakukan banyak perbaikan. Sejak Mei sampai tiga bulan terakhir, hasil uji sudah berada di bawah baku mutu. Itu rutin kami laporkan ke kementerian melalui sistem,” terangnya.
Kendati demikian, Eko belum bisa merinci bentuk sanksi administratif yang dijatuhkan, apakah berupa denda atau ganti rugi. Ia menambahkan, perusahaan sejatinya memiliki kewajiban melapor ke Kementerian Lingkungan Hidup dan DLH, sehingga tidak semua data bisa dibuka ke publik.
“Untuk internal, kami hampir setiap empat jam melakukan pengujian. Periode pelaporan resminya ada yang per tiga bulan dan per enam bulan,” akunya. (*)
Discussion about this post