NRT, Tarakan : Sidang kasus korupsi pembangunan Rumah Sakit Pratama (RSP) Bunyu di Kecamatan Bunyu, Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara, memasuki agenda terakhir yakni putusan terhadap salah satu terdakwa, Rya Gustav, konsultan pengawas dari PT Antariksa Globalindo.
Pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Samarinda, Senin (20/5/2025), Rya Gustav di putus majelis hakim 4 tahun 8 bulan penjara, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan, serta wajib membayar uang pengganti sebesar Rp1,6 miliar setelah pengurangan Rp 388 juta yang telah dititipkan.
Kuasa hukum Rya Gustav, Fadly, S.H menyatakan menghormati putusan hakim, namun akan mengkaji salinan putusan sebelum menentukan langkah hukum lanjutan.
“Kami minta waktu untuk pikir-pikir. Ada beberapa poin dalam pembuktian yang perlu dicermati lebih lanjut,” ujarnya kepada wartawan.
Persidangan mengungkap bahwa tuduhan korupsi terkait pencairan dana proyek sebesar 90% menjadi sorotan utama. Kuasa hukum Rya Gustav menegaskan bahwa kliennya, sebagai konsultan pengawas, tidak memiliki kewenangan dalam proses pencairan dana, yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau Pengguna Anggaran (PA).
“Fakta persidangan menunjukkan klien kami tidak terlibat dalam keputusan pencairan. Tidak ada audit yang menyatakan prosedur pengawasan kami menyalahi aturan,” tegas Fadly.
Ia menambahkan bahwa dokumen pengawasan, termasuk laporan bulanan dan Kerangka Acuan Kerja (KAK), telah dipenuhi sesuai kontrak. KAK sendiri, menurutnya, lebih berkaitan dengan spesifikasi pengerjaan proyek yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa, bukan konsultan pengawas.
Fadly menyayangkan bahwa kliennya justru dimintai pertanggungjawaban atas kesalahan pihak lain.
“Kami akan memanfaatkan hak hukum yang dijamin undang-undang untuk memastikan keadilan,” tambahnya.
Kasus ini mencuat setelah audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Kalimantan Utara pada 4 Oktober 2024 menetapkan kerugian negara sebesar Rp 44,15 miliar.
Proyek RSP Bunyu, yang dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) 2022 senilai Rp 52 miliar, seharusnya selesai pada Desember 2022. Namun, hingga 2023, proyek tersebut masih mangkrak, memicu kritik tajam terhadap pengelolaan anggaran dan pengawasan proyek.
Selain Rya Gustav, tiga terdakwa lain dalam kasus ini adalah Dasep Ilham Nur Akbar (Pimpinan Cabang KSO PT Mina Fajar Abadi-PT Indi Daya Karya), Hamdani (Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan sekaligus PPK Dinas Kesehatan Bulungan), dan Muhammad Darisman Rahmani (Pelaksana Lapangan dari CV Ardifa Dalle, CV Inaka, CV Ujung Tanjung Abadi, dan CV Fatah Rahmat).
Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyangkut proyek strategis yang diharapkan meningkatkan akses layanan kesehatan di Bunyu, wilayah terpencil di Kalimantan Utara.
Mangkraknya pembangunan RSP Bunyu memunculkan pertanyaan besar tentang efektivitas pengawasan dan pengelolaan anggaran negara.
Publik kini menanti perkembangan lebih lanjut terkait langkah hukum para terdakwa serta upaya pemerintah untuk menuntaskan proyek ini demi kepentingan masyarakat setempat. (*)
Discussion about this post