NRT, Tarakan : Kejaksaan Tinggi Kalimantan Utara (Kejati Kaltara) memastikan berkas perkara tambang tanpa izin (ilegal mining) yang melibatkan pemilik PT Pipit Mutiara Jaya (PMJ) Juliet Kristianto Liu bersama dua orang lainnya, Muhammad Yusuf dan Djoko Rusdiono, segera dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Tanjung Selor di Bulungan.
Kasi Penerangan Hukum (Penkum) Kejati Kaltara, Andi Sugandi, mengatakan, proses persiapan surat dakwaan telah memasuki tahap akhir dan pelimpahan direncanakan dalam waktu dekat.
“Persiapan surat dakwaan untuk dilimpahkan, informasi terakhir yang saya terima dalam minggu depan ini. Mungkin Senin atau Selasa sudah dilimpahkan,” ujarnya, Minggu (19/10).
Andi menjelaskan, setelah pelimpahan berkas ke pengadilan, biasanya penetapan jadwal sidang keluar dalam waktu sekitar satu minggu.
“Kalau dilimpahkan hari Senin, biasanya Kamis atau maksimal Senin berikutnya sudah keluar surat penetapan hari sidang. Jadi minggu depan kita limpahkan, kemudian minggu berikutnya sudah mulai persidangan,” jelasnya.
Sebelumnya, ketiga tersangka melalui penasihat hukumnya sempat mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Berdasarkan laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jakarta Selatan, permohonan pertama diajukan pada Agustus 2025 terkait sah atau tidaknya penetapan tersangka. Permohonan tersebut sempat dicabut, kemudian diajukan kembali dengan klasifikasi sah atau tidaknya penyitaan.
Namun, dalam sidang perdana pada 8 September 2025, majelis hakim mengabulkan permohonan pencabutan praperadilan kedua. Selanjutnya, para pemohon kembali mengajukan praperadilan ketiga dengan Nomor Perkara: 112/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL, tertanggal 11 September 2025. Dalam putusannya pekan lalu, majelis hakim menolak permohonan praperadilan tersebut dan menyatakan gugur serta membebankan biaya perkara kepada para pemohon.
Dengan ditolaknya praperadilan tersebut, perkara tambang ilegal di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Mitra Bara Jaya (MBJ) yang dilakukan oleh PT PMJ dipastikan tetap berlanjut.
“Kalau untuk tiga terdakwa yang sudah tahap dua itu, tidak ikut praperadilan. Yang praperadilan itu perkara sebelumnya, dan itu terkait uang reklamasi atau ganti rugi, bukan soal pasal dakwaannya,” kata Andi.
Ia menambahkan, perkara yang menjerat Juliet dan dua bawahannya merupakan perkara lanjutan (split) dari perkara sebelumnya, dengan barang bukti yang masih berkaitan.
“Artinya, barang buktinya itu termasuk satu rangkaian dengan perkara sebelumnya,” ungkapnya.
Ketiganya dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), sebagaimana diubah dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, junto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 98 junto Pasal 116 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Pasal 55 ini berarti satu rangkaian, satu unsur delik pidana yang disamakan dengan perkara sebelumnya,” tandasnya.
Andi menuturkan, sebagian besar barang bukti yang dilimpahkan berupa dokumen dan berkas administrasi. Karena Lapas Bulungan di Tanjung Selor belum tersedia, ketiga terdakwa saat ini dititipkan di Lapas Kelas IIA Tarakan.
Untuk teknis persidangan, Kejati Kaltara menyiapkan opsi sidang secara daring (zoom meeting) mengingat jarak dan kondisi geografis. Namun, tidak menutup kemungkinan sidang dilakukan tatap muka langsung bila diperlukan.
“Kalau nanti terkendala jaringan atau ada hal yang harus dikonfrontir langsung, bisa saja dilakukan sidang tatap muka. Tapi itu sifatnya situasional,” pungkas Andi. (*)
Discussion about this post