NRT, Tarakan : Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi 3 DPRD Kota Tarakan yang membahas permohonan kompensasi bagi warga terdampak proyek di Jalan Tanjung Pasir RT. 07 dan RT. 11 Kelurahan Mamburungan Timur berakhir tanpa menemui titik terang, Jumat (3/10/25).
RDP yang dipimpin Sekretaris Komisi 3, Harjo Solaika dengan di dampingi Wakil Ketua Komisi 3, Dapot Sinaga ini, dihadiri perwakilan Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kota Tarakan, Lurah Mamburungan Timur, perwakilan kontraktor (Direktur CV. Galaxy Engineering dan Direktur CV. Tirta Agung), serta Ketua RT dan perwakilan warga yang terdampak.
Anggota Komisi 3 DPRD Kota Tarakan, Asrin Saleh, secara tegas menyuarakan kekecewaan warga yang hadir. Ia menyoroti kegagalan RDP ini untuk mencapai kesepakatan kekeluargaan, yang justru berpotensi menimbulkan dampak negatif. “Otomatis masyarakat ini pulang dengan kekecewaan Pak,” ujar Asrin.
Ia menekankan penyelesaian masalah harus dilakukan segera dan secara kekeluargaan, tidak menunggu proses birokrasi yang panjang seperti penilaian atau appraisal yang bisa menunda hingga tahun depan.
Lebih lanjut, Politisi Golkar itu juga mengkritik kualitas perencanaan dan pelaksanaan proyek kontraktor. Ia menduga adanya ketidaksesuaian perencanaan awal yang menyebabkan perubahan di lapangan (adendum).
Ia bahkan menyebut pekerjaan penimbunan dilakukan sebelum waktunya, yang mengakibatkan tanah longsor dan menimpa lahan tanaman milik warga.
“Pekerjaan siring belum saatnya untuk ditimbun, tapi ditimbun dan tanah aslinya di yang di keruk dari dalam di situ longsor ke tanaman orang. Harusnya kontraktor bertanggung jawab dengan persoalan itu,” kritik Asrin.
Ia juga menyayangkan sikap acuh terhadap keluhan masyarakat, mengingat anggota dewan selalu menjadi tumpuan warga dalam menyampaikan masalah.
“Masyarakat ini, penghasilan mereka mengharapkan dari hasil tanam tumbuh. Itu di abaikan semua akhirnya masyarakat mengadu ke kita, ” tegasnya.
Sebelumnya, anggota Komisi 3 lainnya, Umar Rafiq, sempat berharap agar kontraktor bersedia menyebutkan angka kesanggupan ganti rugi untuk menyelesaikan masalah secara kekeluargaan. Namun, harapan tersebut tidak terwujud.
Sementara itu, pihak kontraktor, memilih untuk mengembalikan tanggung jawab tuntutan kompensasi kepada Dinas PUPR, dengan alasan pekerjaan mereka sudah selesai.
“Pekerjaan kami sudah selesai, jadi kalau ada tuntutan begitu berarti kembali siapa yang punya ceritanya yang pekerjaan,” jelas perwakilan kontraktor.
Melihat kebuntuan ini, Sekretaris Komisi 3, Harjo Solaika, menyimpulkan rapat tidak berhasil menemukan titik temu. Solusi akhir yang diputuskan adalah mengembalikan penyelesaian dampak pekerjaan proyek kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Tarakan, sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku.
“Intinya bahwa hari ini kita kesimpulan rapatnya adalah penyelesaian dampak dari pekerjaan proyek itu penyelesaiannya kita kembalikan ke pemerintah sesuai dengan mekanisme aturan yang berlaku begitu,” tutup Harjo Solaika.
DPRD berjanji akan terus mengontrol dan mengingatkan Dinas PUPR agar menindaklanjuti penyelesaian permasalahan yang dialami warga, meskipun tidak memiliki kewenangan untuk menetapkan besaran ganti rugi secara langsung.(*)
Discussion about this post