NRT, Jakarta : Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia memutuskan menolak gugatan perselisihan hasil pilkada Walikota dan Wakil Walikota Tarakan tahun 2024 yang diajukan oleh lembaga Pemantau Pemilu Lembaga Analisis HAM Republik Indonesia.
Putusan itu awalnya dibacakan hakim konstitusi Saldi Isra dan amar putusan dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Suhartoyo pada Rabu, 5 Februari 2025 pukul 15.34 Wita. Putusan perkara Tarakan dibacakan secara serentak oleh majelis hakim bersama 9 putusan perkara lainnya.
Sebelumnya, sekumpulan orang mengatasnamakan Forum Pengacara Kesatuan Tanah Air (Fakta) Indonesia telah mendaftarkan gugatan sengketa hasil Pilkada Tarakan 2024 ke MK dengan legal standing sebuah lembaga pemantau pemilu yakni lembaga Analisis HAM Republik Indonesia DPW Kalimantan Utara yang diketuai Ambo Tuwo dengan kuasa hukum yang menamai diri Tim Advokasi Gerakan Kolom Kosong Tarakan terdiri dari Angga Busra Lesmana, Sulaiman, Andika, Hasbullah, Nur Rejeki, Muhammad Nur Aris, Roni Pahala.
Permohonan gugatan didaftarkan pada 9 Desember 2024 dan diperbaiki pada 11 Desember 2024 dengan nomor register perkara 146/PAN.MK/e-AP3/12/2024 dengan termohon yakni KPU Tarakan dan Pihak terkait Bawaslu Tarakan dan pasangan calon Khairul-Ibnu Saud.
Dalam putusannya, MK menyatakan gugatan pemohon tak memenuhi syarat formil permohonan. Oleh karena itu, tidak terdapat keraguan bagi MK untuk menyatakan permohonan tersebut tidak jelas.
Hakim konstitusi, Saldi Isra dalam pembacaan pertimbangan hakim menyampaikan eksepsi atau keberatan atas permohonan yang diajukan pemohon adalah tidak jelas atau kabur atau obscuur. Sehingga demikian, eksepsi yang menyatakan permohonan tidak jelas atau kabur atau obscuur adalah beralasan menurut hukum.
“Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan hukum sebagaimana diuraikan di atas, Mahkamah Konstitusi berpendapat, permohonan pemohon kabur, dan karenanya eksepsi lain, jawaban termohon, keterangan pihak terkait, keterangan Bawaslu dan pokok permohonan tidak dipertimbangkan lebih lanjut,” tutur Saldi Isra.
Lanjut Saldi Isra, menimbang bahwa terhadap dalil-dalil lain serta hal-hal yang tidak dipertimbangkan lebih lanjut karena dinilai tidak ada relevansinya.
Maka, konklusi (kesimpulan) dan seterusnya, dianggap telah diucapkan. Kemudian berdasarkan UUD Negara RI Tahun 1945 dan seterusnya, dianggap telah diucapkan.
Kemudian, Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan, kesatu menolak eksepsi atau keberatan berkenaan dengan kewenangan atau tenggang waktu pengajuan permohonan. Kedua, mengabulkan eksepsi berkenaan dengan permohonan kabur.
“Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon nomor 146/PHPU.WAKO-XXIII/2025 dan 9 permohonan lainnya, tidak dapat diterima. Demikian diputuskan oleh 9 hakim konstitusi pada hari Jumat tanggal 31 Januari 2025 diucapkan dalam sidang pleno MK terbuka untuk umum pada hari Rabu tanggal 5 Februari 2025, selesai diucapkan pukul 14.46 WIB oleh 9 hakim konstitusi,” ujarnya. (*)
Discussion about this post